KPK Temukan Celah Korupsi Regulasi Hak Partisipasi Migas


JakartaCNN Indonesia -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan celah korupsi pada regulasi pengelolaan minyak dan gas terkait mekanisme hak partisipasi yang harus dimiliki pemerintah daerah sebanyak 10 persen. 

Deputi Pencegahan KPK Pahala Nainggolan mengaku telah meminta pemerintah untuk merevisi regulasi tersebut agar tak berujung rasuah. 

"Kami minta PP Nomor 35 tahun 2004 terutama Pasal 34 dan 3 direvisi tentang participating interest karena KPK melihat itu condong menguntungkan swasta bukan pemerintah daerah," kata Pahala saat berbincang dengan awak media di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (12/1). 


Dalam aturan tersebut, pemerintah daerah diharuskan ikut membayar biaya pengelolaan migas di wilayahnya. Namun, kebanyakan pemerintah daerah tak memiliki duit yang cukup. 

Alhasil, pemerintah membuka kerja sama dengan pihak swasta untuk membangun perseroan terbatas bersama. Realitanya, perusahaan tersebut justru tak menguntungkan pemerintah daerah. 

15 Blok Migas


Dari 15 blok migas yang dipantau, kajian KPK menunjukkan pihak swasta memiliki pembagian untung yang lebih. Lembaga antirasuah telah menegur pemerintah setempat dengan melayangkan surat. 

Pahala mencontohkan persoalan yang ada di Blok Cepu di mana membutuhkan dana Rp 2 triliun. Namun, pemerintah tidak memiliki uang jadi masing-masing BUMD patungan. 

"KPK lihat jadi janggal karena 10 persen hak pemerintah daerah, tapi pembagiannya justru banyak swasta. Misal pemerintah daerah Bojonegoro hanya diuntungkan 25 persen, Jawa Timur 30 persen, Kabupaten Blora 33 persen, dan Jawa Tengah 25 persen," katanya. 

Dengan kondisi tersebut, KPK menyodorkan alternatif dengan menarik diri dari participating interest dan fokus pada bagi hasil. 

"Jadi tidak perlu biayai, kalau tidak punya uang pinjem saja ke pusat investasi pemerintah BPD," ucapnya. 

Pahala menyebutkan contoh lainnya yang terjadi di kilang minyak di Madura. Pemerintah Jawa Timur dan Sumenep ikut dalam pembayaran hak partisipasi dengan menggandeng swasta. Namun realitanya justru pemerintah Jawa Timur dan Sumenep hanya untung setengah dari yang didapat pihak swasta.

KPK kemudian berharap pemerintah setempat berhati-hati melangkah agar tak berujung rasuah.(utd)


Sumber
Share on Google Plus

    Blogger Comment

0 komentar:

Posting Komentar