Kisah Mereka yang 'Ultah' Empat Tahun Sekali


JakartaCNN Indonesia -- Momen ulang tahun biasanya dilewati dengan berbagai kegiatan yang menyenangkan. Mulai dari makan bersama hingga acara jahil dari teman-teman. Kegiatan tersebut membuat hari ulang tahun terasa dirindukan setiap tahunnya.

Namun, apa yang terjadi bila momen ulang tahun hanya setiap empat tahun sekali?
Bagi orang yang lahir di hari kabisat, 29 Februari, momen ulang tahun bukanlah momen yang biasa. Karena berdasarkan penanggalan Gregorian, mereka hanya memiliki kesempatan berulang tahun setiap empat tahun sekali.

Sebuah tahun disebut kabisat karena tahun tersebut tidak memiliki 365 hari, melainkan 366 hari. Hal ini disebabkan periode satu putaran Bumi mengelilingi Matahari, terjadi selama 365 hari 5 jam 48 menit 45,18 detik. 

Jumlah durasi tersebut menjadikan setiap empat tahun akan kekurangan 23 jam 15 menit 0,72 detik, bila tetap menggunakan patokan 365 hari dalam setahun. Kekurangan tersebut dibulatkan menjadi satu hari dan ditambahkan ke dalam kalender sehingga menjadi 366 hari. Tahun dengan hari 'tambahan' itulah yang disebut kabisat.

Lahir di hari 'tambahan' dimaknai beragam oleh para manusia-manusia 'kabisat' yang sempat berbagi kisah kepada CNNIndonesia.com. Ada yang merasa istimewa, namun ada juga yang merasa sedih, karena tak dapat merayakan ulang tahun di setiap tahunnya.

Spesial Karena Tak Selalu Ada

Atikah, merasa istimewa karena lahir pada 29 Februari 1988, karena ia yakin bahwa keunikan 29 Februari mudah untuk diingat.

"Merasa istimewa karena pasti orang akan ingat, karena tidak biasa," kata Atikah sembari tertawa.

Meski istimewa, keunikan yang ia miliki kadang membuat jengkel, terutama ketika Atika masih duduk di bangku Sekolah Dasar. Ia pernah diledek karena lahir di tanggal yang tak selalu ada di kalender. 

Guna menghindari ledekan teman-temannya itu, wanita yang bersekolah di Surabaya ini mengaku lahir pada 1 Maret. Bukan alasan khusus memilih 1 Maret sebagai hari lahir 'palsu', melainkan hanya agar tetap dapat merayakan ulang tahun setiap tahunnya seperti teman-teman yang lain.

"Karena ingin punya hari ulang tahun yang ada setiap tahunnya, maka saya memilih 1 Maret biar yang lain bisa mengucapkan selamat," kata Atikah.
"Karena ingin punya hari ulang tahun yang ada setiap tahunnya, maka saya memilih 1 Maret biar yang lain bisa mengucapkan selamat."Atikah.
"Intinya, saat SD ingin punya hari lahir yang normal seperti teman-teman yang lain. Tapi ketika sudah SMP dan sudah besar, jadi ya mengaku saja sampai sekarang. Kalau saat ini sih paling hanya dibuat candaan tidak ingin mengucapkan selamat karena tidak ada tanggalnya di kalender," lanjutnya.

Kini, Atikah mengaku merayakan ulang tahunnya setiap 29 Februari, bila memasuki tahun kabisat. Namun, setiap tahunnya ia tetap merayakan ulang tahun pada 1 Maret. 

Tidak ada perayaan khusus ketika masuk 29 Februari yang dilakukan oleh Atikah, baginya ucapan selamat ulang tahun dan potong kue di hari 'tambahan' itu sudah cukup.

"Saya juga mengaku kepada orang lain mengenai usia saya yang sebenarnya (Tahun ini Atikah berusia tujuh tahun, -red). Banyak yang tidak menyangka sih kalau umurnya segini. Atau pengaruh tanggal ultahnya empat tahun sekali ya tampak lebih muda." katanya sembari tertawa.

"Menyedihkan"

Berbeda dengan Atikah, Febi, memiliki perasaan yang hampir bertolak belakang dengan Atika. Febi yang lahir pada 29 Februari 1984 justru merasa sedih memiliki tanggal lahir yang muncul di kalender empat tahun sekali itu.

"Rasanya sedih, tidak bisa merayakan setiap tahun. Kalau orang lain kan ulang tahunnya berkelanjutan, setiap tahun ada. Saya saja bingung menghitung usia kalau kabisat," kata Febi.

"Kadang ketika masuk 29 Februari, suka berpikir 'ya ampun baru sekarang bisa ulang tahun'. Itu sih yang buat sedih. Tapi kalau sudah lewat, biasa lagi. Pernah waktu itu nangis karena tidak ada 29 Februari, jadi tidak bisa ulang tahun," katanya.

Perasaan sedih karena tak dapat merayakan hari lahir senormal orang pada umumnya kadang diperparah dengan pertanyaan dari orang lain. Febi kerap 'dipertanyakan' hari kelahirannya ketika mengurus dokumen ke instansi pemerintahan, seperti ketika mengurus Kartu Tanda Penduduk (KTP).

Bukan tanpa sebab Febi memilih tetap mengaku lahir pada 29 Februari, tak seperti yang dilakukan Atikah. Febi dan kedua orang tuanya tak menginginkan untuk memajukan atau memundurkan perayaan ulang tahun Febi. Bagi mereka, sudah menjadi takdir Febi menjadi orang yang lahir di hari kabisat.
"Apa sih istimewanya? Setiap tahun tidak ada tanggalnya. Menyedihkan."Febi.
"Saya tetap berulang tahun pada 29 Februari, karena memang tanggal itu lahirnya. Makanya ketika 29 Februari, perayaannya besar-besaranlah," kata Febi sembari tertawa. "Merayakannya paling makan-makan bersama teman-teman dan keluarga."

Pada 2016 ini, Febi akan merayakan ulang tahunnya ke-delapan tahun, meski teman-temannya berusia 32 tahun. Febi baru akan mengaku usia '32' ketika ia berhadapan dengan pihak di luar teman dan keluarganya. 

Menjadi orang yang memiliki hari lahir tak pada umumnya ini justru tidak dianggap istimewa oleh Febi. Ia pun menginginkan adanya teman 'senasib' yang dapat ikut merasakan apa yang ia rasakan, entah dalam bentuk personal ataupun komunitas.

"Merasa istimewa? Aduh kayaknya tidak ada yang istimewa deh. Apa sih istimewanya? Setiap tahun tidak ada tanggalnya. Menyedihkan," katanya sembari tertawa.

"Saya pernah mencari di sosial media tentang komunitas yang lahir di tahun kabisat, dan saya tidak ketemu. Misalkan nanti ketemu ada yang sama seperti saya, pasti saya ajak langsung kenalan. Kalau perlu saya simpan nomornya di memory handphone agar tidak hilang, biar saya ada temannya," kata Febi. "Kalau ada komunitasnya, saya ingin gabung."
(ard) 

Sumber
Share on Google Plus

    Blogger Comment

0 komentar:

Posting Komentar