Kisah Simpatisan ISIS Sepulang dari Suriah
Jakarta, CNN Indonesia -- Terdakwa simpatisan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) Ridwan Sungkar alias Abu Bilal bercerita tentang pengalamannya selama dua bulan di Suriah. Dia sempat mengikuti pelatihan militer bersama dua ratus anggota ISIS.
"Saya ikut pelatihan. Ketemu (terdakwa) Junaedi di sana. Hampir 200 orang yang latihan. Ada latihan menembak, itu sesi terakhir, lima peluru untuk satu orang," kata Ridwan di hadapan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Kamis (21/1).
Dia berangkat ke Suriah bersama Zamzam yang saat ini masih di Suriah. Ridwan mengatakan biaya perjalanan menuju Suriah ditanggung oleh Zamzam. Ridwan hanya diberi Rp1,5 juta untuk beli tiket pesawat dari Surabaya-Jakarta-Kuala Lumpur, Malaysia. "Tiket sudah diatur, paspor juga dipegang Zamzam," katanya.
Di tengah perjalanan, Ridwan mengaku bertemu dengan sejumlah warga negara Indonesia yang juga hendak berangkat ke Suriah. Jumlahnya lebih dari sepuluh orang. Mereka berjumpa ketika transit di Kuala Lumpur, Malaysia.
"Sampai di Malaysia ketemu orang-orang Indonesia. Salah satunya Abu Bakar, anak Malang. Dari Malaysia kami naik Qatar Airlines," kata Ridwan.
Saat di penampungan Suriah, dia bertemu dengan banyak orang Indonesia. Namun katanya, tidak ada yang dikerjakan selama di penampungan itu. "Cuma makan, tidur, jaga," katanya.
Dari penampungan, mereka digiring ke muaskar, tempat pelatihan dan penggemblengan anggota ISIS. Di tempat itu juga diadakan kegiatan pengajian. Ustaznya pun berasal dari Indonesia.
"Selesai dari muaskar, mereka harus keluar semua, ditempatkan sesuai keahliannya. Kalau muaskar sudah kosong, dari penampungan baru dikirim ke situ," jelas Ridwan.
Majelis hakim PN Jakarta Barat menanyakan kepada Ridwan, apakah kedatangannya di lokasi ISIS dilakukan secara resmi. "Masuknya (ke Suriah) juga sudah enggak resmi," jawabnya.
Ridwan mengaku tidak mendapat bayaran apa pun terkait keterlibatannya di Suriah. Dia mengatakan, tujuannya pergi ke Suriah untuk mengerjakan amal saleh. Namun dia memilih pulang karena alasan takut dikenakan denda oleh pemerintah setempat.
"Tapi belum apa-apa saya pulang. Visa saya Turki, daripada kena denda pulangnya," ujarnya saat menjadi saksi mahkota untuk terdakwa Aprimul Henry alias Mulbin Arifin.
Ridwan pulang ke Indonesia pada 20 Maret 2014. Dia pulang bersama tiga kawannya, yaitu Abu Saman, Amin, dan Toriq. Dia menyebut Salim Mubarak At Tamimi alias Abu Jandal tidak boleh pulang ke Indonesia.
Pria asal Pasuruan itu adalah penentang ideologi Pancasila. Menurutnya, hukum negara harus berdasarkan Alquran dan Hadis. Karena alasan itu, Abu Jandal pergi ke Suriah dan memilih bergabung dengan ISIS.
Saat ditanya majelis hakim, apakah dirinya bertemu dengan lima orang yang diberangkatkan oleh Robby Risa Putra, terdakwa dalam kasus yang sama. Ridwan menjawab tidak pernah bertemu dengan orang yang dimaksud.
Pada persidangan yang sama, Robby (39) mengaku membantu Aprimul untuk memberangkatkan lima orang ke Suriah. Kelimanya yaitu Hari, Hakim, Yahya, Rohim, dan Zaki. Peran Robby sebagai orang yang mencari tiket penerbangan. Pemberangkatan pertama dilakukan pada Februari 2013.
Baik Robby maupun Aprimul mengaku tidak pernah berangkat ke Suriah. Bahkan Kuasa hukum Aprimul, Asludin Hatjani mengatakan bahwa kliennya tidak pernah mengaku bergabung dengan ISIS.
Berbeda dengan Ridwan, terdakwa Abdul Hakim alias Abu Imad memiliki peran sebagai juru masak. Di Suriah, dia bekerja di bagian dapur umum. Di luar itu, dia ikut menjaga lingkungan sekitar. Pembagian kerja itu dilakukan setelah mereka mengikuti pelatihan di muaskar selama 15 hari.
"Tergantung keahliannya ditaruh di mana," ujar Abdul saat dimintai keterangannya sebagai saksi mahkota di ruang yang sama.
Dia berangkat ke Suriah bersama Abu Jandal pada 2013. Saat itu merupakan keberangkatan pertama Abu Jandal. Tak lama kemudian, lanjut Abdul, kawannya itu kembali lagi ke Indonesia. Setelah itu Abu Jandal balik ke Suriah, sementara Abdul pulang ke Indonesia.
"Saya berangkat (ke Suriah) sama Abu Jandal sendiri, untuk misi kemanusiaan, membantu yang tertindas," kata Abdul.
Dia menjelaskan, maksud kelompok yang tertindas adalah kaum Suni. Sebelum berangkat ke Suriah, Abdul sering mengikuti berita di televisi. Menurutnya, penindasan di Suriah terjadi secara masif.
"Yang ditindas itu Suni, yang menindas Syiah. Waktu itu belum ada ISIS. Syiah itu bukan Islam. Kami punya keyakinan lain," katanya.
Dalam kasus ini, mereka didakwa dengan UU Tindak Pidana Terorisme. Mereka diancam dengan hukuman penjara 15 tahun dan seumur hidup. (obs)
Sumber
0 komentar:
Posting Komentar