Keuangan Perusahaan Kereta Cepat Bakal Berdarah 10 Tahun


JakartaCNN Indonesia -- Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno memperkirakan proyek kereta cepat Jakarta-Bandung akan mengalami arus keuangan negatif (Negative Cash Flow) selama 10 tahun pertamanya beroperasi.

Ekuitas negatif tersebut bisa terjadi apabila sumber pengembalian investasi pembangunan kereta cepat tidak seperti yang diharapkan.

Dalam dokumen presentasi Rapat Kerja Kementerian BUMN dengan Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Jumat (29/1), Rini menjelaskan pengembalian investasi proyek senilai US$5,5 miliar itu bisa diperoleh melalui pengembangan Transit Oriented Development (TOD).

TOD merupakan pengembangan kawasan multifungsi komersial yang memang dirancang untuk memaksimalkan akses menuju kereta cepat.

Lokasi TOD sendiri saat ini sudah ditentukan di empat titik yakni di Halim Perdanakusuma, Karawang, Walini dan Tegal luar. Diperkirakan pengembangan TOD mampu memberikan kontribusi kepada pendapatan sebesar 26 persen.

"Pengembangan TOD merupakan unit usaha yang tidak dapat dipisahkan dalam pembangunan Kereta Cepat. TOD memiliki kontribusi yang besar terhadap pendapatan dari keseluruhan proyek kereta cepat ini," ujar Rini.

Namun selain pengembangan pusat kegiatan ekonomi baru tadi, pendapatan dari penjualan tiket kereta cepat menurutnya juga menjadi sumber utama pengembalian investasi kereta cepat. Diperkirakan penjualan tiket memberikan kontribusi sebesar 74 persen untuk pengembalian investasi.

Kontribusi tersebut dihitung berdasarkan potensi penumpang yang beralih dari moda transportasi lain yang saat ini sebanyak 20 ribu orang per hari. Asumsi potensi penumpang Jakarta – Bandung yang beralih ke kereta cepat pun diperkirakan melonjak pada 2019 yakni mencapai sebesar 28.885 orang per hari.

"Dengan memperhitungkan tarif sebesar US$16 per penumpang, maka jumlah penumpang yang diperhitungkan dalam feasibility study adalah sebesar 28.885 penumpang," jelasnya.

Struktur pembiayaan proyek kereta cepat sendiri, sebesar 25 persen berasal dari internal kas perusahaan konsorsium PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) dan 75 persen dari pinjaman China Development Bank (CDB) dengan jangka waktu pengembalian 40 tahun termasuk tenggang waktu pembayaran mencapai 10 tahun.

Adapun komposisi pinjaman dari CDB 60 persen bernominal dolar Amerika dengan bunga tetap 2 persen per tahun, 40 persen dengan nominal yuan dengan bunga tetap mencapai 3,46 persen per tahun.

Tak Layak Digarap


Sebelumnya Pengamat Ekonomi Ichsanuddin Noorsy menyebut proyek kereta cepat Jakarta-Bandung sama sekali tidak layak dikerjakan akibat periode balik modal (payback period) yang terlalu lama bagi investor.

"Kalau bisnis transportasi itu jelas payback period-nya. Masa proyek ini payback period sampai 60 tahun. Biasanya di bisnis transportasi payback period sekitar 6 hingga 7 tahun. Bahkan yang implementasi teknologi seperti ridesharing itu lebih cepat, 3 hingga 4 tahun," ungkap Ichsanuddin, beberapa waktu lalu.

Ia menambahkan, yang perlu dikhawatirkan dari lamanyapayback period proyek kereta cepat adalah BUMN baik yang tergabung dalam konsorsium atau bank penjamin akan menanggung lebih lama utang yang tercipta akibat proyek tersebut.

"Secara bisnis ini tak layak, tetapi BUMN kan diperintah pemegang saham. Nanti risikonya mereka yang menanggung," tegasnya.

Ichsanuddin menyebut lebih tepat jika proyek kereta cepat tidak dilihat dari sisi bisnis transportasi namun sebagai bisnis properti karena akan hadirnya Kota Baru Walini seluas 2.900-an hektare di antara Jakarta-Bandung.

"Kereta cepat itu supporting facility, utamanya ini pembangunan kota koridor Jakarta-Bandung, seperti Walini itu. Kemungkinan pemerintah diperalat oleh segelintir orang untuk mendukung bisnis properti," tegasnya. (gen)


Sumber
Share on Google Plus

    Blogger Comment

0 komentar:

Posting Komentar