Kemlu RI: Pemerintah Belanda Tak Terlibat Sidang Rakyat 1965



JakartaCNN Indonesia -- Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia meluruskan persepsi sejumlah kalangan terkait Pengadilan Rakyat Internasional atas Kejahatan Kemanusiaan 1965 di Indonesia atau International People’s Tribunal (IPT) 1965 yang saat ini tengah digelar di Den Haag, Belanda.

“Kegiatan di Den Haag tanggal 10-13 November 2015 itu dilaksanakan oleh Kelompok IPT 65. Kami menghargai kebebasan berpendapat dan berekspresi. Pemerintah Belanda dan Indonesia tidak terlibat dengan kegiatan ini,” demikian keterangan resmi Kemlu RI kepada media.

Kelompok IPT 65 dan kegiatan sidang di Den Haag, menurut Kemlu, berada di luar mekanisme hukum yang sah, juga di luar proses penyelesaian yang sedang berlangsung di ranah nasional.


Kemlu menyatakan tiap negara memiliki dinamika sejarah masing-masing, tak terkecuali Indonesia dengan masa lalunya di periode 1965. Dalam hal ini, kata Kemlu, Indonesia mengedepankan penanganan nasional dalam wujud rekonsiliasi.

Kemlu juga menampik anggapan pemerintah RI tak mempedulikan dugaan kasus-kasus pelanggaran hak asasi manusia berat di masa lampau.

“Sebagai negara demokrasi yang berkomitmen tinggi dalam pemajuan dan perlindungan HAM, pemerintah RI memiliki komitmen kuat untuk menyelesaikan permasalahan HAM di masa lalu, termasuk peristiwa 1965,” kata Kemlu.

Penanganan masalah HAM periode 1965, ujar Kemlu, membutuhkan pendekatan komprehensif dan inklusif yang melibatkan seluruh elemen bangsa. 

“Sebagai bangsa, kita harus dapat melihat ke depan dengan tetap menghormati dan mencari penyelesaian sejarah kita bersama,” ujar Kemlu.

Dalam Pengadilan Rakyat Internasional 1965, Indonesia duduk sebagai terdakwa. Negara dituduh melakukan pembunuhan, perbudakan, penahanan, penghilangan paksa, dan penganiayaan melalui propaganda terhadap anggota Partai Komunis Indonesia dan orang-orang yang diduga sebagai simpatisan PKI.

Hasil IPT 1965 nantinya diharapkan dapat menjadi pertimbangan bagi pemerintah Indonesia untuk mengakui kejahatan yang dilakukan negara terhadap rakyatnya usai Gerakan 30 September 1965.

G30S ialah tragedi berdarah pada malam 30 September 1965 di mana tujuh perwira tinggi militer Indonesia beserta beberapa orang lainnya dibunuh. Peristiwa semalam itu diduga memicu pembunuhan massal di berbagai daerah di Indonesia terhadap mereka yang dituding sayap kiri.

Jaksa Penuntut Umum pada IPT 1965, Todung Mulya Lubis, mengatakan sidang rakyat di Den Haag itu digelar bukan untuk membela PKI, melainkan untuk mengungkap kebenaran dalam kasus dugaan kejahatan kemanusiaan pada periode 1965 seperti yang telah menjadi kesimpulan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. (agk)


Sumber
Share on Google Plus

    Blogger Comment

0 komentar:

Posting Komentar