Kejaksaan Agung Tak Punya Dana untuk Sita Aset Supersemar


JakartaCNN Indonesia -- Kejaksaan Agung ternyata belum memiliki dana untuk menjalankan proses eksekusi sita aset Yayasan Supersemar. Padahal, Supersemar telah diputus bersalah oleh pengadilan pasca menyalurkan dana ke satu bank dan tujuh perusahaan pada periode 1990-an.

Menurut Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun) Bambang Setyo Wahyudi, ketiadaan biaya menjadi penghalang bagi lembaga adhyaksa untuk menyelesaikan eksekusi sita aset Supersemar. Sebabnya, juru sita dari Pengadilan Negeri Jakarta Selatan telah memberikan seluruh rincian aset Supersemar yang siap dieksekusi saat ini.

"Estimasinya dibutuhkan biaya sebesar Rp2,5 miliar untuk mengeksekusi sita aset itu, tapi tak ada dana yang dipegang Jamdatun. Saya sudah ajukan untuk ada penambahan dana yang dimasukkan melalui APBN Perubahan 2016," kata Bambang saat ditemui di kantornya oleh CNNIndonesia.com, Senin (30/5).

Permintaan biaya untuk menyita aset Supersemar akan diajukan Kejagung dalam pagu APBNP 2016. Selain itu, Bambang menyebut ada opsi untuk meminta biaya langsung ke Pemerintah melalui Kementerian Keuangan.

Permintaan biaya langsung ke Pemerintah diperbolehkan karena Kejagung memiliki posisi sebagai jaksa pengacara negara (JPN) dalam perkara Supersemar.

Hingga saat ini Kejagung telah mencatat 113 rekening giro dan deposito atas nama Supersemar yang siap dieksekusi. Selain itu, ada 2 bidang tanah/bangunan serta 5 kendaraan roda empat yang juga siap disita.

Walaupun data aset sudah dikantongi, namun penyitaan belum dapat dilakukan hingga pemenuhan biaya keperluan sita dilakukan Kejagung. Bambang berkata, juru sita pada PN Jakarta Selatan saat ini tinggal menunggu pemenuhan biaya sebelum melakukan eksekusi atas aset Supersemar.

"Biaya tidak bisa dibayar sesudah sita dilakukan. (Biayanya) harus dibayar dulu baru penyitaan berjalan," katanya.

Saat dihubungi dalam kesempatan terpisah, Humas PN Jakarta Selatan Made Sutrisna membenarkan adanya biaya yang dibutuhkan untuk menyita aset milik Supersemar. Menurut Made, biaya untuk melakukan penyitaan pada perkara perdata wajar adanya.

"Memang dalam setiap penyitaan itu ada biayanya. Sepanjang yang saya tahu, misalnya, untuk penyitaan tanah itu tergantung luasnya, jaraknya dengan lokasi pengadilan. Kemudian ada berapa titik yang harus dilakukan penyitaan? Ada biaya yang dibutuhkan juru sita untuk itu," kata Made.

Menurut Bambang, pelacakan aset Supersemar akan terus dilakukan hingga jumlahnya mencapai nominal denda yang harus dibayar lembaga tersebut sebesar Rp4,4 triliun.

"Nanti kami akan terus cari untuk memenuhi jumlah itu. Kami berharap sih bisa mencapai jumlah itu ya. Kalau sekarang kami belum tahu (estimasi aset Supersemar) berapa. Nanti kami minta bantuan auditor lah untuk lebih pasti angka-angkanya," katanya.

Supersemar telah diputus bersalah oleh pengadilan pasca menyalurkan dana ke satu bank dan tujuh perusahaan pada periode 1990-an. Para penerima dana Supersemar saat itu adalah Bank Duta, PT Sempati Air, PT Kiani Lestari, PT Kiani Sakti, PT Kalhold Utama, Essam Timber, PT Tanjung Redep Hutan Tanaman Industri, dan Kelompok Usaha Kosgoro.

Pada Putusan MA Nomor 2896 K/Pdt/2009 disebutkan bahwa Bank Duta sempat menerima uang sejumlah US$420 juta dari Supersemar, sedangkan PT. Sempati Air menerima dana Rp13 miliar.

Uang sebesar Rp150 miliar juga diberikan Supersemar kepada PT Kiani Lestari dan PT Kiani Sakti. Sementara PT Kalhold Utama, Essam Timber, dan PT Tanjung Redep Hutan Tanaman Industri menerima uang sebesar Rp12 miliar dari yayasan tersebut. Terakhir, Kosgoro tercatat menerima uang sejumlah Rp10 miliar dari Supersemar pada periode yang sama.

Atas kesalahannya itu, Supersemar diwajibkan membayar denda sebesar Rp4,4 triliun kepada negara sejak tahun lalu. (yul) 

Sumber
Share on Google Plus

    Blogger Comment

0 komentar:

Posting Komentar