Utang Luar Negeri Indonesia Tembus Rp4.234 Triliun
Jakarta, CNN Indonesia -- Bank Indonesia (BI) mencatat Utang Luar Negeri Indonesia sampai dengan November 2015 menembus angka US$304,6 miliar atau berkisar Rp4.234 triliun.
Jika dibandingkan secara tahunan atau year on year (YoY), posisi Utang Luar Neger Indonesia per November 2015 tumbuh 3,2 persen atau lebih tinggi dibandingkan pertumbuhannya di Oktober 2015 yang hanya mencapai 2,5 persen.
"Utang luar negeri terutama didorong oleh peningkatan pertumbuhan ULN berjangka panjang," ujar Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Tirta Segara seperti dikutip dari kantor berita Antara, Selasa (19/1).
Mengacu data Bank Indonesia, Utang Luar Negeri (ULN) jangka panjang Indonesia tercatat tumbuh 6,1 persen (yoy), atau lebih tinggi dari pertumbuhan bulan Oktober 2015 yang sebesar 5,5 persen (yoy).
Sedangkan untuk ULN jangka pendek, besarannya tercatat mengalami penyusutan sebanyak 12,5 secara tahunan.
Sementara jika didasarkan pada jangka waktu asal, posisi ULN Indonesia masih didominasi ULN jangka panjang sebesar 86,6 persen, atau berkisar US$263,0 miliar yang terdiri dari ULN sektor publik sebanyak US$134,8 miliar dan ULN sektor swasta mencapai US$129,1 miliar.
Ada pun ULN jangka pendek Indonesia pada periode yang sama tercatat berada di posisi US$40,7 miliar yang terdiri dari ULN sektor swasta sebesar US$37,7 miliar dan ULN sektor publik sebesar US$3 miliar.
Mengacu pada kelompok ekonomi, ULN swasta sampai dengan akhir November 2015 masih terkonsentrasi pada sektor keuangan, industri pengolahan, pertambangan, serta listrik, gas dan air bersih.
Meski perkembangan ULN November 2015 masih dinilai cukup sehat, tutur Tirta jajaran BI akan tetap mewaspadai adanya risiko dan dampak negatifnya terhadap perekonomian domestik.
Di mana kedepannya regulator moneter tersebut berkomitmen akan terus memantau perkembangan ULN, khususnya ULN sektor swasta.
"Hal ini dimaksudkan untuk memberikan keyakinan bahwa ULN dapat berperan secara optimal dalam mendukung pembiayaan pembangunan tanpa menimbulkan risiko yang dapat memengaruhi stabilitas makroekonomi," pungkas Tirta. (dim)
Sumber
0 komentar:
Posting Komentar