Jakarta, CNN Indonesia -- PT Surya Semesta Internusa Tbk (SSIA) berencana menerbitkan obligasi berdenominasi dolar Singapura tahun ini guna mendanai belanja modal (capital expenditure/capex) yang dicanangkan Rp1,3 triliun, turun dari rencana awal di angka Rp1,7 triliun.
“Rp1,3 triliun untuk capex tahun ini. Ada kombinasi dari pinjaman bank, kas dan obligasi baik dolar Singapura atau rupiah,” ujar Investor Relation Surya Semesta Erlin Budiman di Jakarta, Selasa (5/1).
Ia menjelaskan, manajemen sudah mengumumkan rencana tersebut sebelumnya tetapi masih melihat kondisi pasar pada tahun ini. Erlin mengaku kemungkinan besar penerbitan obligasi dolar Singapura tersebut bakal bertahap.
“Sudah announce, tapi kami masih lihat kondisi pasar. Kalau siap ya kami masuk. Tahap pertama sekitar S$50 juta-S$100 juta. Tapi yang paling realistis mungkin S$50 juta dulu kemudian S$50 juta lagi. Rencana tenornya 3 tahun,” jelasnya.
Ia menambahkan besaran capex 2016 diturunkan dari rencana awal di angka Rp1,7 triliun. Pasalnya, manajemen melakukan perubahan ekspansi terkait rencana pembelian lahan di Subang.
“Belanja modal turun dari Rp1,7 triliun, karena kami mengkaji pembelian lahan di Subang yang sebelumnya 500 hektare, jadi 300 hektare saja,”
Erlin menjelaskan, dana yang bakal digunakan untuk memboyong 300 hektare lahan tersebut tercatat senilai Rp600 miliar. Manajemen memang mengincar lahan tersebut karena dekat dengan tol Cipali yang juga dikelola oleh perseroan melalui kepemilikan saham.
“Itu dekat dengan tol Cipali, dimana kami juga menjadi operator. Kami dengan anak usaha, PT Nusa Raya Cipta Tbk punya 27 persen,” jelasnya.
Target 2016
Erlin menambahkan, Surya Semesta tahun ini menargetkan mampu mencatatkan pendapatan hingga Rp5,7 triliun, naik dari target 2015 di angka Rp5,5 triliun. Namun, untuk laba bersih ia menilai tidak akan jauh berbeda dengan realisasi 2015.
“Laba bersih tampaknya flat dari tahun kemarin karena ada kontribusi negatif dari anak usaha,” jelasnya.
Ia menambahkan, target pendapatan tersebut berasal dari perolehan kontrak konstruksi yang ditarget mencapai Rp4,5 triliun untuk tahun ini. Sementara, untuk tahun lalu, ia mengaku manajeman tidak bisa mencapai target di angka Rp4,1 triliun.
“Tidak tercapai, kemungkinan cuma Rp3,2 triliun. Kebanyakan masih highrise building kok. Melalui anak usaha kami yang tersebar di Medan, Bali, Surabaya, dan Bandung,” jelasnya.
Wakil Presiden Komisaris Baru
Selain menetapkan target 2016, Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) Surya Semesta juga menyetujui penetapan Emil Salim menjadi Wakil Presiden Komisaris, menggantikan pengisi jabatan sebelumnya yang meninggal dunia.
Sekretaris Perusahaan SSIA Herman Gunadi mengatakan bahwa dalam RUPSLB tersebut membahas satu agenda, yakni pergantian Wakil Presiden Komisaris. Ia mengatakan penunjukan Emil Salim tersebut telah disetujui oleh pemegang saham.
“Pak Emil Salim menggantikan Wakil Presiden Komisaris sebelumnya, Marseno Wirjosaputro, yang berpulang pada Juli 2015 lalu,” ujarnya.
Herman menjelaskan, nantinya Emil Salim juga merupakan Komisaris Independen. Perseroan, lanjutnya akan melaporkan hasil RUPSLB tersebut kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) agar segera diproses dan disahkan.
“Sesuai peraturan OJK nanti akan kita laporkan pada tanggal 7 Januari 2015,” katanya.
Untuk diketahui, Emil Salim adalah seorang ahli ekonomi, cendekiawan, pengajar, dan politisi Indonesia. Emil juga merupakan salah seorang di antara sedikit tokoh lingkungan Indonesia yang berperan internasional.
Emil beberapa kali menjabat sebagai menteri, antara lain Menteri Negara Penyempurnaan dan Pembersihan Aparatur Negara merangkap Wakil Kepala Bappenas (1971-1973), Menteri Perhubungan (Kabinet Pembangunan II 1973-1978), Menteri Negara Urusan Kependudukan dan Lingkungan Hidup (Kabinet Pembangunan III 1978-1983) dan Menteri Negara Pengawasan Pembangunan dan Lingkungan Hidup (Kabinet Pembangunan IV dan Kabinet Pembangunan V 1983-1993).
Pada tahun 1994, setelah menyelesaikan jabatan sebagai Menteri Negara Lingkungan Hidup dan Kependudukan, Emil beserta koleganya seperti Koesnadi Hardjasoemantri, Ismid Hadad, Erna Witoelar, M.S. Kismadi, and Nono Anwar Makarim menderikan Yayasan Keanekaragaman Hayati (Yayasan KEHATI), sebuah organisasi non-pemerintah yang bergerak di bidang pelestarian lingkungan.
Ia juga pernah menjabat sebagai anggota Dewan Pertimbangan Presiden sejak 10 April 2007 dan pada 25 Januari 2010 dilantik kembali untuk periode kedua sekaligus menjadi ketuanya.
Lebih lanjut, Emil pernah menerima penghargaan sebagai The Leader for the Living Planet Award dari World Wide Fund (WWF), suatu lembaga konservasi lingkungan dunia. Ia juga penerima anugerah Blue Planet Prize pada tahun 2006 dari The Asahi Glass Foundation.
“Rp1,3 triliun untuk capex tahun ini. Ada kombinasi dari pinjaman bank, kas dan obligasi baik dolar Singapura atau rupiah,” ujar Investor Relation Surya Semesta Erlin Budiman di Jakarta, Selasa (5/1).
Ia menjelaskan, manajemen sudah mengumumkan rencana tersebut sebelumnya tetapi masih melihat kondisi pasar pada tahun ini. Erlin mengaku kemungkinan besar penerbitan obligasi dolar Singapura tersebut bakal bertahap.
“Sudah announce, tapi kami masih lihat kondisi pasar. Kalau siap ya kami masuk. Tahap pertama sekitar S$50 juta-S$100 juta. Tapi yang paling realistis mungkin S$50 juta dulu kemudian S$50 juta lagi. Rencana tenornya 3 tahun,” jelasnya.
Ia menambahkan besaran capex 2016 diturunkan dari rencana awal di angka Rp1,7 triliun. Pasalnya, manajemen melakukan perubahan ekspansi terkait rencana pembelian lahan di Subang.
“Belanja modal turun dari Rp1,7 triliun, karena kami mengkaji pembelian lahan di Subang yang sebelumnya 500 hektare, jadi 300 hektare saja,”
Erlin menjelaskan, dana yang bakal digunakan untuk memboyong 300 hektare lahan tersebut tercatat senilai Rp600 miliar. Manajemen memang mengincar lahan tersebut karena dekat dengan tol Cipali yang juga dikelola oleh perseroan melalui kepemilikan saham.
“Itu dekat dengan tol Cipali, dimana kami juga menjadi operator. Kami dengan anak usaha, PT Nusa Raya Cipta Tbk punya 27 persen,” jelasnya.
Target 2016
Erlin menambahkan, Surya Semesta tahun ini menargetkan mampu mencatatkan pendapatan hingga Rp5,7 triliun, naik dari target 2015 di angka Rp5,5 triliun. Namun, untuk laba bersih ia menilai tidak akan jauh berbeda dengan realisasi 2015.
“Laba bersih tampaknya flat dari tahun kemarin karena ada kontribusi negatif dari anak usaha,” jelasnya.
Ia menambahkan, target pendapatan tersebut berasal dari perolehan kontrak konstruksi yang ditarget mencapai Rp4,5 triliun untuk tahun ini. Sementara, untuk tahun lalu, ia mengaku manajeman tidak bisa mencapai target di angka Rp4,1 triliun.
“Tidak tercapai, kemungkinan cuma Rp3,2 triliun. Kebanyakan masih highrise building kok. Melalui anak usaha kami yang tersebar di Medan, Bali, Surabaya, dan Bandung,” jelasnya.
Wakil Presiden Komisaris Baru
Selain menetapkan target 2016, Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) Surya Semesta juga menyetujui penetapan Emil Salim menjadi Wakil Presiden Komisaris, menggantikan pengisi jabatan sebelumnya yang meninggal dunia.
Sekretaris Perusahaan SSIA Herman Gunadi mengatakan bahwa dalam RUPSLB tersebut membahas satu agenda, yakni pergantian Wakil Presiden Komisaris. Ia mengatakan penunjukan Emil Salim tersebut telah disetujui oleh pemegang saham.
“Pak Emil Salim menggantikan Wakil Presiden Komisaris sebelumnya, Marseno Wirjosaputro, yang berpulang pada Juli 2015 lalu,” ujarnya.
Herman menjelaskan, nantinya Emil Salim juga merupakan Komisaris Independen. Perseroan, lanjutnya akan melaporkan hasil RUPSLB tersebut kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) agar segera diproses dan disahkan.
“Sesuai peraturan OJK nanti akan kita laporkan pada tanggal 7 Januari 2015,” katanya.
Untuk diketahui, Emil Salim adalah seorang ahli ekonomi, cendekiawan, pengajar, dan politisi Indonesia. Emil juga merupakan salah seorang di antara sedikit tokoh lingkungan Indonesia yang berperan internasional.
Emil beberapa kali menjabat sebagai menteri, antara lain Menteri Negara Penyempurnaan dan Pembersihan Aparatur Negara merangkap Wakil Kepala Bappenas (1971-1973), Menteri Perhubungan (Kabinet Pembangunan II 1973-1978), Menteri Negara Urusan Kependudukan dan Lingkungan Hidup (Kabinet Pembangunan III 1978-1983) dan Menteri Negara Pengawasan Pembangunan dan Lingkungan Hidup (Kabinet Pembangunan IV dan Kabinet Pembangunan V 1983-1993).
Pada tahun 1994, setelah menyelesaikan jabatan sebagai Menteri Negara Lingkungan Hidup dan Kependudukan, Emil beserta koleganya seperti Koesnadi Hardjasoemantri, Ismid Hadad, Erna Witoelar, M.S. Kismadi, and Nono Anwar Makarim menderikan Yayasan Keanekaragaman Hayati (Yayasan KEHATI), sebuah organisasi non-pemerintah yang bergerak di bidang pelestarian lingkungan.
Ia juga pernah menjabat sebagai anggota Dewan Pertimbangan Presiden sejak 10 April 2007 dan pada 25 Januari 2010 dilantik kembali untuk periode kedua sekaligus menjadi ketuanya.
Lebih lanjut, Emil pernah menerima penghargaan sebagai The Leader for the Living Planet Award dari World Wide Fund (WWF), suatu lembaga konservasi lingkungan dunia. Ia juga penerima anugerah Blue Planet Prize pada tahun 2006 dari The Asahi Glass Foundation.
(gen)
0 komentar:
Posting Komentar