Jakarta, CNN Indonesia -- Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) meminta Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM) bisa cepat menyesuaikan harga bahan bakar minyak (BBM) dengan tren pelemahan harga minyak dunia yang terjadi belakangan ini. Saat ini, keputusan untuk menaikkan atau menurunkan harga minyak ditetapkan setiap tiga bulan sekali.
Ketua Apindo Anton J. Supit mengatakan kendati saat ini pelemahan harga minyak dinilai sebagai krisis, ia menyebut terdapat sisi positif lain bagi ekonomi. Salah satunya adalah biaya produksi atau transportasi yang bisa dipangkas jika segera diikuti dengan penurunan harga BBM.
“Minyak turun bisa juga pada suatu hari naik. Dulu waktu minyak US$10 per barel, ada yang bilang bisa sampai US$100 per barel. Intinya minyak turun harus diikuti penyesuaian harga BBM yang cepat, agar masyarakat bisa menyesuaikan diri,” ujarnya kepada CNNIndonesia.com, Selasa (19/1).
Terkait istilah krisis, Anton menilai saat ini masyarakat telah terbiasa menghadapi hal tersebut. Menurutnya, saat ini istilah krisis sudah menjadi makanan sehari-hari dalam situasi global yang lesu.
“Dulu krisis itu sekali-kali. Sekarang krisis menjadi sesuatu yang biasa. Maka saya lihat orang mulai membiasakan diri,” katanya.
Ia pun mengimbau masyarakat dan para pelaku bisnis untuk bisa menyesuaikan diri dengan fluktuasi harga minyak dunia. Hal itu menurutnya dapat meningkatkan daya tahan suatu bisnis dari gejolak ekonomi dunia.
“Banyak yang mengeluh harga minyak naik turun. Inginnya stabil. Kalau saya bilang, ya biar saja naik turun, agar kita bisa menjadi bangsa yang bisa menyesuaikan diri dan tahan krisis,” jelasnya.
Seperti diketahui, menyusul pencabutan sanksi ekonomi Amerika Serikat (AS) dan Uni Eropa (UE) terhadap Iran, harga minyak mentah dunia kembali menyentuh level terendah sejak 2003.
Mengutip data perdagangan West Texas Intermediate (WTI), Senin (18/1) harga minyak jenis light sweet untuk pengiriman Februari 2016 tercatat turun US$71 sen dan berada di level US$28,71 per barel.
Sedangkan untuk data perdagangan di pasar komoditas London Brent North Sea, harga minyak mentah pengiriman Februari 2016 saat ini bertengger di level US$28 per barel.
Penurunan BI Rate Belum Cukup
Anton menambahkan, untuk memacu roda perekonomian di tengah kelesuan global pemerintah diminta lebih tanggap dengan kondisi dalam negeri. Ia menilai, salah satu langkah yang diambil Bank Indonesia (BI) dengan memangkas suku bunga acuan sudah baik, tetapi belum cukup.
“Penurunan BI rate 0,25 persen itu belum cukup. Kami ingin kesamaan dengan negara lain dalam hal ini. Kalau negara lain bisa lebih rendah, kenapa Indonesia tidak? Untuk itu perlu penyesuaian. Banyak yang tidak satu visi mendorong perekonomian,” katanya.
Sebelumnya, Ekonom Universitas Indonesia (UI) Faisal Basri menilai dengan laju inflasi yang cenderung rendah sekarang ini, BI seharusnya berani menurunkan lebih besar lagi suku bunga acuannya.
Faisal menyebut inflasi pada Desember 2015 sudah menunjukkan kecenderungan menurun dan bisa jadi merupakan titik terendah sepanjang tahun lalu. Sebab ia menilai dampak naiknya harga BBM pada November 2014 terhadap inflasi sudah sirna.
“Bahkan sejumlah petinggi BI beberapa kali mengatakan kemungkinan laju inflasi 2015 bisa di bawah 3 persen atau setidaknya mengarah ke 3 persen. Tetapi mengapa hanya turun 25 basis poin?” ujar Faisal dalam blognya. (gen)
Sumber
0 komentar:
Posting Komentar