Menteri Hukum Tak Akan Revisi UU Jika Lemahkan KPK



JakartaCNN Indonesia -- Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly angkat bicara terkait polemik Rancangan Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang diusulkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Meski masih menimbang substansi, Yasonna berjanji tak akan menyepakati beleid itu jika melemahkan komisi antirasuah. 

"Pemerintah sudah jelas. Memang kalau revisi untuk melemahkan, tidak mungkin kami lakukan. Tapi kalau dalam rangka menguatkan dan penyempurnaan, bisa kami lihat nanti," kata Yasonna di Kantor Kemkumham, Jakarta, Jumat (9/10).

Yasonna enggan menjabarkan detail pasal yang dinilai melemahkan atau menguatkan. Politikus PDI Perjuangan ini memilih bungkam lantaran draf masih dalam pembahasan di Badan Legislasi DPR. 

"Ini masih tahap wacana jadi tunggu saja. Kita lihat seperti apa. Kami akan lihat bedanya seperti apa," ujar Yasonna.

Pria peraih delar doktor dari North Carolina University, Amerika Serikat, ini menjelaskan, DPR memiliki hak konstitusional untuk mengajukan RUU. Namun proses pembahasan harus digodok terlebih dahulu sebelum masuk ke paripurna. 

"Setelah diajukan, nanti lihat seperti apa. Kami juga berhak untuk menyampaikan DIM (Daftar Inventaris Masalah). Kalau usul dari DPR, kami buat DIM. Ini yang di DPR masih jadi wacana, belum masuk ke paripurna," ucapnya. 

Daftar masalah akan dibuat setelah draf diajukan ke Presiden Joko Widodo. Prosedurnya, Jokowi akan menunjuk pejabat di bawahnya termasuk menteri untuk membuat DIM tersebut. 

"Kalaupun pada akhirnya DPR mendorong (RUU KPK) kepada pemerintah, kami berharap itu penyempurnaan," tutur Yasonna. 

Jokowi dengan tegas telah menolak RUU KPK lantaran iklim politik tak mendukung. Hal serupa muncul dari komisioner KPK yang menekankan enam poin penolakan keras untuk kebijakan itu.

Masyarakat sipil yang terbentuk dalam Koalisi Pemantau Peradilan juga mengkritik tajam. Mereka menjabarkan 11 poin yang dinilai melemahkan kewenangan KPK. Sejumlah kewenangan seperti penyadapan, penyelidikan, penyidikan, penyitaan, dan penuntutan, dipangkas melalui rancangan usul DPR itu. 

Pengusul beleid terdiri dari 45 politikus beragam fraksi di DPR. Mereka adalah 15 orang dari Fraksi PDI Perjuangan, 11 orang Fraksi NasDem, 9 orang Fraksi Golkar, 5 orang Fraksi PPP, 3 orang Fraksi Hanura, dan 2 orang Fraksi PKB.

Namun inisiator RUU KPK dari Fraksi Golkar Muhammad Misbakhun menegaskan, rancangan yang beredar akhir-akhir ini bukan buatan DPR. Rapat Badan Legislasi yang dilakukan beberapa waktu lalu baru sebatas membicarakan perihal pengambilalihan insiatif revisi dari pemerintah ke DPR.

Misbakhun mengaku heran dengan masyarakat yang sudah ramai membicarakan rancangan RUU KPK."Saya heran orang-orang membicarakan draf yang DPR sendiri tidak membicarakannya. DPR tak pernah membahas itu," kata Misbakhun. (rdk)


Sumber
Share on Google Plus

    Blogger Comment

0 komentar:

Posting Komentar