LPSK: Sidang Perbudakan ABK di Benjina Tak Ada Kejelasan
Jakarta, CNN Indonesia -- Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban Abdul Haris Semendawai meragukan ihwal keberlanjutan kasus perbudakan oleh PT Pusaka Benjina di Ambon, Maluku.
Hingga kini LPSK belum memperoleh kepastian waktu persidangan. Padahal kasus tersebut telah dinyatakan lengkap atau P21 oleh pihak kejaksaan dan siap dibawa ke persidangan.
"Dapat info, katanya persidangannya Oktober, tapi sampai sekarang belum ada kejelasan," kata Semendawai di Jakarta, kemarin.
Wakil Ketua LPSK Lili Pintauli Siregar menilai kepastian jadwal sidang sangat diperlukan mengingat saksi dan korban berada di Myanmar.
"Ini belum ada kepastian karena kita harus memastikan, sehingga ketika mereka kami bawa dari luar negeri ke Indonesia tidak memakan waktu terlalu lama," ujar Lili.
Selain ketidakjelasan waktu, penentuan lokasi persidangan juga menjadi persoalan bagi LPSK. Pada dasarnya persidangan dilakukan di pengadilan negeri yang wilayah teritorinya berada di tempat kejadian, dalam hal ini di Ambon.
Namun kata Semendawai, ada pengecualian jika dipastikan tidak ada jaminan keselamatan. Dia berharap persidangan bisa digelar di Jakarta.
Alasannya untuk efektivitas waktu dan menekan biaya akomodasi. LPSK mesti mendatangkan pihak korban dari Myanmar dan menghadirkannya ke Ambon.
"Tetapi kami ikuti saja nanti prosesnya," kata Semendawai.
Lili mengatakan, saat ini LPSK masih berupaya memfasilitasi restitusi atau ganti rugi yang akan diberikan kepada korban perbudakan Benjina. Permohonan restitusi pada dasarnya telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.
Pada April lalu terungkap bahwa kapal milik PT Pusaka Benjina Resources diduga melakukan praktik perbudakan di kapal ikan yang beroperasi Kepulauan Aru, Maluku. Dari catatan Satuan Tugas Pemberantasan Ilegal Fishing, terdapat 322 ABK asing yang diduga jadi korban kerja paksa oleh perusahaan perikanan berbendera Thailand di wilayah Indonesia. (meg)
Sumber
0 komentar:
Posting Komentar