Taktik Jojo saat 1997 Diburu Intel: Sembunyi di Depan Tentara


JakartaCNN Indonesia -- Engelbert Jojo Rohi, eks anggota Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI), masih ingat betul ketika ia dan kawan-kawannya sembunyi dari kejaran intelijen dan aparat Komando Distrik Militer Surabaya, tepat di depan mata mereka.

Keberhasilan mereka mengelabui aparat hingga kini dikenang Jojo sebagai salah satu momen gemilang perjuangan mereka pada 1997 silam, setahun sebelum gerakan mahasiswa sukses menjatuhkan pemerintahan Presiden Soeharto.

Jojo sempat berhadapan langsung dengan intel saat berada di Sekretariat GMKI Surabaya. Saat itu kebetulan hanya Jojo seorang yang berada di dalam sekretariat.

Seorang pria mendatangi Sekretariat GMKI itu, dan Jojo menyambutnya. Tak diduga, lelaki itu mencari Jojo yang dianggap berbahaya bagi kelangsungan rezim. 

Beruntung, orang itu ternyata belum tahu rupa Jojo. Kesempatan tersebut tak disia-siakan Jojo. Mahasiswa Universitas Wijaya Kusuma itu langsung ambil langkah seribu. 

“Saya bilang 'Oh, Jojo masih kuliah. Tunggu saja sebentar lagi juga dia datang.' Si intel percaya. Setelah itu saya pamit ke belakang, terus kabur dengan motor," tuturnya sambil tertawa ketika ditemui CNNIndonesia.com di Jakarta, Senin (23/5).


Setelah kejadian itu, militer terus mengejar Jojo dan teman-teman aktivisnya. Puncaknya saat diskusi pergerakan digelar di sudut Universitas Airlangga.

Diskusi itu dibubarkan karena aparat mencium keberadaan Goenawan Mohamad dan pendiri Partai Rakyat Demokratik Budiman Sudjatmiko di sana. Intelijen juga melihat para anggota PRD di acara tersebut.

Jojo pun menyelamatkan diri. Dia lari ke sekretariat organisasinya yang berada persis di hadapan markas Kodim Surabaya. 

Lagi-lagi Dewi Fortuna menaunginya. Meski bersembunyi tepat di depan mata aparat, tentara dan intelijen saat itu tak tahu keberadaan dia dan para aktivis PRD di Sektretariat GMKI.

“Posisi GMKI itu depannya persis Kodim. Makanya jusru kami sembunyi di depan hidung mereka, kan mereka jadi enggak begitu curiga. Anak-anak PRD kami sembunyikan di sana selama beberapa bulan. Budiman Sudjatmiko sehari saja, kemudian pergi lagi,” kata Jojo.

Revolusi, bukan Reformasi

Delapan belas tahun berlalu sejak keruntuhan Orde Baru, namun sedih dan sesal malah menyelimuti Jojo. Ia merasa Reformasi gagal membawa kebaikan bagi Indonesia.

Kegagalan Reformasi, kata Jojo, sesungguhnya telah diprediksi jauh sebelum Orde Baru runtuh. Pertengahan 1990-an, ujarnya, mahasiswa Indonesia tak pernah mendesak Reformasi, tapi Revolusi.

Namun keinginan mahasiswa untuk menjalankan revolusi saat itu sebatas mimpi. Jalan reformasi dianggap lebih damai dan akhirnya dipilih untuk menggulingkan rezim otoritarian Orde Baru.

"Mahasiswa kencang hendak menjalankan revolusi saat itu. Tapi kami kemudian berkolaborasi dengan kelompok menengah, elite yang agak tua, ada Gus Dur, Amien Rais, Megawati. Konsep reformasi datang dari mereka," ujar Jojo. 

Reformasi terpaksa dipilih karena para aktivis muda butuh sosok figur dari kalangan 'tua'. Padahal, kata Jojo, mahasiswa di berbagai daerah ketika itu sudah siap menjalankan revolusi beserta implementasi konsepnya.

Memang jika revolusi dilakukan, pertumpahan darah diyakini akan terjadi. Oleh karena itu pada tahun 1997 aktivis mahasiswa mengalah dan menerima ide reformasi dari kelompok menengah.

Orde baru pun tumbang. Pasca-Soeharto lengser, kebebasan berpendapat dan bertindak kian berkembang. Namun indikator tersebut dinilai Jojo belum cukup untuk menjawab tuntutan 18 tahun lalu.

Sampai saat ini, menurut Jojo, perbaikan demokrasi di tanah air baru mencapai tahap prosedural.

Pemilihan umum memang digelar secara langsung. Kebebasan pers juga dijamin. Namun warisan virus korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) masih erat melekat pada mayoritas pejabat publik di Indonesia.

"Kalau dulu revolusi, keadaan tidak seperti ini. Kalau sekarang Jokowi bicara revolusi mental, dulu konsep kami revolusi kebudayaan, kultural, politik dan ekonomi. Jadi tidak akan seperti ini, di mana orang-orang masih KKN," ujar teman seperjuangan Menpora Imam Nachrowi itu.

Jojo yakin jika jalan revolusi dahulu dipilih untuk meruntuhkan Orde Baru, saat ini tidak ada lagi anasir rezim Orba yang masih bercokol di pemerintahan pusat dan daerah.


(agk)

Sumber
Share on Google Plus

    Blogger Comment

0 komentar:

Posting Komentar