Senandung Doa di Tengah Laut Larantuka


Larantuka, Nusa Tenggara TimurCNN Indonesia -- Peringatan Jumad Agung di Larantuka, Flores Timur, Nusa Tenggara Timur, yang berlangsung hari ini berlangsung dengan penuh syahdu. Meski terlihat tidak terlalu ramai dibandingkan dengan peringatan Semana Santa tahun-tahun sebelumnya, namun umat Katolik di Larantuka ataupun pulau sekitarnya tetap mengikuti upacara Persisan Anta Tuan dengan khusyuk.

Patung bayi Yesus atau Tuhan Meninu dari Kapela Tuhan Meninu dibawa menuju armida (tempat persinggahan) Pohon Sirih di Pantai Kuche. Sebuah kapal yang berisikan tiga biarawati mengiringi perahu pembawa Tuhan Meninu dengan doa-doa yang ditujukan kepada Tuhan umat Katolik.

Di belakang perahu pembawa Tuhan Meninu, puluhan sampan yang ditumpangi dua atau tiga orang yang mengenakan kaus hitam, ikut mengiringi bak penjaga patung bayi Yesus yang bersemayam di perahu di depan mereka.

Beberapa kali biarawati melantunkan doa-doa kepada Bunda Maria, sebagai ibu dari Yesus. Umat Katolik di Larantuka memang menjadikan sosok Mater Dolorosa sebagai panutan kehidupan. Kisah ibu penuh kasih yang memberikan pengorbanan dan merelakan kepergian anaknya tercinta itu dielu-elukan para biarawati di sepanjang prosesi laut Tuan Meninu.

Umat Katolik yang berasal dari pulau-pulau di luar Larantuka berdatangan untuk mengikuti prosesi laut perarakan patung bayi Yesus dalam Jumad Agung Semana Santa tahun ini, Jumat, 25 Maret 2016. (CNN Indonesia/Megiza)
Beberapa kapal besar yang biasa digunakan sebagai angkutan laut di pulau-pulau seberang Larantuka beberapa kali terlihat ingin mendahului kapal yang ditumpangi oleh biarawati. Para petugas keamanan yang diterjunkan oleh Kementerian Perhubungan sering kali harus merapatkan perahu cepat ke arah kapal-kapal tersebut.

Ada larangan yang harus diingat oleh para peziarah yang menggunakan kapal ataupun sampan. Sebuah mitos di Larantuka meyakini bahwa mendahului kapal pembawa biarawati ataupun perahu pembawa patung bayi Yesus akan mendapat celaka.

Di dalam kapal-kapal itu sendiri, para peziarah terlihat khusyuk mendengarkan doa-doa yang dilantangkan lewat pengeras suara di kapal yang ditumpangi biarawati. Panasnya matahari Flores tak menjadi alasan peziarah tetap berdiri di bagian depan kapal untuk mendengarkan lekat-lekat doa yang berkumandang di Selat Larantuka.

Budayawan Larantuka yang telah menerbitkan beberapa tulisan mengenai Semana Santa, Bernadus Tukan, mengatakan prosesi yang dijalankan oleh umat Katolik Larantuka pada Jumad Agung, adalah bentuk dramatisasi proses sengsara Tuhan Yesus.

"Jumad Agung itu dramatisasi yang didominasi oleh ratapan. Di dalamnya ada juga penjelmaan dari budaya ratapan dalam masyarakat Lamaholot (sebutan untuk warga asli Larantuka)," katanya saat ditemui CNNIndonesia.com, Selasa (22/3).

Para Confreria menunggu kapal pembawa patung bayi Yesus di Pante Kuce, Larantuka, NTT, Jumat, 25 Maret 2016. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Setelah prosesi laut berlangsung selama dua jam, arak-arakan mengantar Tuan Meninu tiba di Armida Pohon Sirih di Pantai Kuche. Para Confreria, atau yang sering disebut juga sebagai Laskar Maria, menyambut kedatangan perahu tersebut. 

Di bawah payung hitam patung bayi Yesus diturunkan dari perahu. Diiringi ribuan peziarah, Confreria kemudian mengantar Tuhan Meninu menuju Gereja Katedral Larantuka.



(meg)


Sumber
Share on Google Plus

    Blogger Comment

0 komentar:

Posting Komentar