Tahun 2015, ISIS Panen Pengikut dari Puluhan Negara


JakartaCNN Indonesia --
Wanita asal Glasgow, itu dulu pecinta grup band Coldplay dan gemar membaca novel Harry Potter, tidak ubahnya remaja wanita Skotlandia kebanyakan. Tidak ada yang mengira wanita keturunan Pakistan itu kini menjadi salah satu perekrut andalan ISIS.

Aqsa Mahmood membuat blog di internet, menceritakan kehidupannya menjadi istri mujahidin, usai dia menyusup ke Suriah pada November 2013. Dia meninggalkan rumah di usianya yang baru menginjak 19 tahun, membuat keluarganya kelimpungan.
"Dia adalah putri terbaik yang pernah kami miliki. Kami tidak tahu apa yang terjadi pada dia. Dia cinta sekolah. Dia sangat ramah. Saya tidak pernah membentaknya seumur hidup saya," kata Muzaffar, ayahnya, dalam wawancara dengan CNN Februari lalu.

Muzaffar mengatakan, Aqsa sama sekali tidak punya darah dan pemikiran ekstrem. Pandangannya soal agama berubah setelah pecah perang Suriah dan lekat mengawasi perkembangan konflik tersebut di internet. Dia diduga berteman dengan para militan Suriah di media sosial.

Empat hari setelah mengucapkan selamat tinggal kepada ayahnya, Aqsa menelepon dari Suriah. Dia mengaku menyeberang melalui Turki dan bergabung dengan ISIS. Sekarang, Aqsa akif menceritakan kisah hidupnya bersama ISIS dan mengajak remaja lainnya bergabung.

Aqsa bukan satu-satunya warga Barat yang bergabung dengan ISIS. Menurut laporan organisasi intelijen Soufan Group awal Desember 2015, upaya membendung perjalanan warga untuk bergabung dengan ISIS telah gagal. Jumlah mereka saat ini dua kali lipat dibanding tahun 2014.

Soufan Group mencatat, ada antara 27 ribu hingga 31 ribu anggota ISIS yang datang dari 86 negara. Jumlah ini meningkat tajam dari catatan Juni 2014, yaitu 12 ribu orang.

Timur Tengah dan Afrika Utara penyumbang terbanyak anggota ISIS, masing-masing sekitar 8.000 orang. Sementara Eropa Barat kedua dengan 5.000 orang. Sekitar 2.400 datang dari Rusia, meningkat empat kali lipat dari penghitungan terakhir.
Aqsa Mahmood, gadis Skotlandia, berangkat ke Suriah untuk bergabung dengan ISIS. (Dok. CNN)
Aqsa adalah satu ratusan orang Inggris yang bergabung dengan ISIS. Tahun ini diperkirakan ada lebih dari 750 warga Inggris yang berangkat ke Suriah, naik dari sekitar 500 tahun lalu. Setengah dari jumlah itu telah kembali ke Inggris.

Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) memerkirakan ada 500 hingga 600 warga negara Indonesia bergabung dengan ISIS. Ratusan lainnya juga datang dari negara Asia lainnya, Malaysia.

Jumlah yang lebih kecil datang dari Amerika Utara. Per September 2015, sekitar 150 warga benua Amerika sukses masuk ke Suriah melalui Turki, sebanyak 130 di antaranya dari Kanada.

Sekitar 20 hingga 30 persen anggota ISIS telah kembali ke tanah air mereka, menjadi ancaman keamanan dalam negeri. "Fenomena di Irak dan Suriah menjadi global. ISIS sukses besar melampaui impian kelompok teroris lainnya yang kini terlihat konvensional dan kuno, seperti al-Qaidah," ujar laporan Soufan Group.
Mati satu tumbuh seribu

Upaya Amerika Serikat dan koalisinya menggempur ISIS di Suriah dan Irak terbukti tidak berhasil. Melalui serangan udara koalisi AS memang telah menewaskan sekitar 10 ribu anggota ISIS, namun organisasi militan pimpinan Abu Bakar al-Baghdadi ini terus kedatangan pengikut baru. 

Laporan intelijen yang dikutip New York Times September lalu menunjukkan setiap bulannya sekitar 1.000 orang bergabung dengan ISIS dari seluruh dunia. 

Sejak September 2014, 34 negara telah menahan para bekas anggota atau simpatisan ISIS. AS saat ini tengah menangani 50 kasus militan ISIS yang kembali. PBB merekomendasikan negara-negara agar mencegah warga negaranya terbang untuk bergabung dengan ISIS. Hanya lima dari 21 negara prioritas tinggi yang memiliki hukum untuk mendakwa seseorang yang akan terbang untuk berperang di Suriah.

Kepolisian Belgia melakukan penggerebekan ke kediaman tersangka teroris. (Reuters/Yves Herman)
Mereka yang baru pulang dari Suriah memicu kekhawatiran keamanan di dalam negeri. Contohnya adalah serangan di Paris, Perancis, 13 November 2015 yang menewaskan 130 orang. Beberapa dari tujuh orang pelaku diketahui pernah berperang di Suriah, salah satunya Khalid Ben Larbi asal Molenbeek, Belgia, yang tewas ditembus timah panas polisi dengan senapan AK 47 di tangan.

April lalu, mahasiswa IT, Sid Ahmed Ghlam, asal Perancis ditahan karena membunuh seorang wanita. Dia pernah ke Turki dan diduga ke Suriah tahun 2014. Pengadilan menyebut Ghlam merencanakan serangan terhadap beberapa gereja atas perintah dari organisasi teroris di Suriah, diduga ISIS.

Mehdi Nemmouche, pria yang baru pulang dari Suriah melakukan penembakan di sebuah museum Yahudi di Brussels, menewaskan empat orang. Dalam penggeledahan ditemukan bendera ISIS di kediamannya. Seorang wartawan Perancis yang pernah disandera ISIS mengaku pernah melihat Nemmouche di antara kelompok bersenjata itu.

Banyak lagi pengungkapan rencana teror oleh para veteran ISIS di Suriah yang pulang ke negara mereka. Karena hal ini, AS membuat peraturan baru yang mewajibkan semua orang, dari negara manapun, yang pernah berkunjung ke Suriah, Irak, Iran atau Sudan untuk memiliki visa sebelum masuk ke Negeri Paman Sam.

Dibakar sosial media

Banyaknya orang yang bergabung dengan ISIS tidak terlepas dari kepiawaian organisasi militan ini dalam memanfaatkan sosial media. Dengan propaganda berupa teks, video, atau audio, ISIS berhasil mencuci otak banyak orang.

ISIS "jualan" pemahaman jihad yang ditentang mayoritas ulama seluruh dunia. Tujuan mereka adalah memperkuat barisan benteng pertahanan di Suriah dan Irak. Jika memang tidak mampu bergabung di Timur Tengah, ISIS menyarankan perjuangan dilakukan di negara asal dengan melakukan serangan.

Hal inilah yang sulit terdeteksi oleh intelijen karena informasinya terlalu acak dan tidak terduga. Beberapa kali intel kecolongan saat orang-orang yang teradikalisasi di internet dan sama sekali belum pernah ke Suriah akhirnya melakukan serangan di negara mereka. 

Mereka disebut "lone wolf" karena beraksi sendirian, bahkan terkadang tanpa komando dari ISIS.

Serangan lone wolf terbaru terjadi di San Bernardino, Amerika Serikat, saat pasangan suami istri Rizwan Farook dan Tashfeen Malik menembaki warga di sebuah fasilitas bagi penyandang cacat. Baik Farook dan Malik sebelumnya dikenal baik-baik saja. Belakangan diketahui mereka beberapa kali mencoba bergabung dengan ISIS di Suriah dan telah berbaiat di media sosial.

Di dunia maya, ISIS lebih agresif merekrut wanita ketimbang pria. Mereka dijanjikan kehidupan yang terlalu muluk, seperti yang dilakukan Aqsa Mahmood dalam blognya. Bagi pria, ISIS mengumbar petualangan dan kehidupan menyenangkan.

Serangan simpatisan ISIS di Paris menewaskan sedikitnya 130 orang. (Reuters/Philippe Wojazer)
Di antara yang termakan rayuan ISIS adalah tiga remaja wanita asal Inggris: Shamima Begum, 15, Kadiza Sultana, 15, dan Amira Abase, 15. Ketiganya tertangkap kamera bandara London hendak berangkat ke Istanbul, Turki. Diduga sebelumnya ketiga wanita tersebut aktif berkomunikasi dengan Aqsa melalui pesan pribadi di Twitter.

Jarang ke masjid


Kebanyakan yang teradikalisasi dan bergabung dengan ISIS kebanyakan adalah mereka yang pengetahuan soal agamanya kurang. Radikalisasi bahkan tidak pernah dilakukan di lingkungan masjid, hanya di internet atau melalui aksi cuci otak di lapangan, biasanya oleh kenalan atau kerabat yang sudah lebih dulu terpengaruh.

Menurut akademisi dari Universitas Oxford dalam sebuah panel PBB di New York, Scott Atran, penelitian menunjukkan bahwa sepertiga dari anggota ISIS di berbagai negara termakan bujukan kawan atau kenalan. Sebanyak 20 persen direkrut oleh anggota keluarga.

"Radikalisasi jarang terjadi di masjid dan biasanya bukan dari orang yang tidak dikenal atau asing," kata Atran yang juga pendiri lembaga Centre for the Resolution of Intractable Conflict di Universitas Oxford, seperti dikutip The Independent, November lalu.

Atran yang merupakan ahli antropologi mengatakan bahwa ISIS melakukan "bujukan revolusi" yang sebelumnya digunakan dalam Revolusi Perancis, Revolusi Bolshevik di Rusia atau Nazi di Jerman.

Contohnya Larbi. Dia bukanlah remaja yang rajin ke masjid. Reuters menuliskan, Larbi senang hura-hura seperti kebanyakan remaja di kota itu. Kekurangan ilmu soal Islam membuatnya jadi sasaran empuk propaganda. ISIS menggadang agenda melawan Barat yang dinilai tidak adil terhadap umat Islam.

Tetangganya, para pekerja sosial dan imam masjid setempat mengatakan, pemuda 23 tahun itu terjerumus ke narkoba dan kejahatan sebelum akhirnya berbaiat kepada ISIS setelah diimingi petualangan dan kejayaan hidup. Keluarga mereka di Molenbeek terkejut mengapa kerabat mereka bisa terjerumus ISIS, padahal keseharian mereka sangat jauh dari Islam.

Ben Larbi teradikalisasi oleh para penceramah bawah tanah, sosial media dan jaringan pendukung ISIS di Belgia. Pemuda ini tahun lalu hilang dan pergi ke Suriah sebelum kembali ke kampung halaman Januari 2015 dan merencanakan serangan ke Paris.

Atran mendesak PBB dan organisasi lainnya untuk mencari cara mengalahkan propaganda ISIS terhadap para pemuda di seluruh dunia. Jika tidak, dia mengatakan, "kita akan kehilangan generasi mendatang." (stu)


Sumber
Share on Google Plus

    Blogger Comment

0 komentar:

Posting Komentar