Pertunjukkan yang dimulai pukul 19:30 WIB ini diwujudkan bersama oleh Rimini Protokoll dan Teater Garasi ini adalah rangkaian kegiatan Jerman Fest yang tahun ini dilaksanakan di Indonesia. Sesuai judulnya, pertunjukkan ini ingin menampilkan potret kota Yogyakarta masa kini melalui pandangan 100 warganya tersebut yang merupakan representasi atas kriteria tertentu dalam statistik yang akan merefleksikan demografi Yogyakarta.
Dengan demikian, ke-100 orang ini dapat menampilkan wajah Yogyakarta melalui angka, statistik, dan hubungan-hubungan antar pribadi, sehingga menciptakan kaleidoskop kota Yogyakarta.
Menurut Kepala Dinas Kebudayaan DIY, Umar Priyono, di pertunjukkan ini akan terlihat keunikan 100%YK yang mengangkat pandangan warga Yogyakarta terhadap masyarakat, lingkungan sekitar, dan pemerintah.
“Warna indah Yogyakarta akan ditambah dengan kegiatan malam ini” demikian pungkasnya.
Sementara itu, menurut Heinrich Blömeke dari Goethe Institut Indonesia yang mewakili pihak Jerman Fest, Rimini Protokoll menggagas pertunjukkan ini secara interaktif tapi melalui teknik yang tidak biasa terhadap publik.
“Sehingga tak hanya mengangkat dan menyuguhkan isu-isu publik, tapi juga berinteraksi dengan isu-isu publik tersebut.” jelasnya dalam sambutan berbahasa Inggris.
Berpijak dari hal tersebut, 100 warga yang tampil benar-benar tak memiliki latar belakang keaktoran, sehingga potret Yogyakarta dalam pertunjukan ini dapat menampilkan wajah Yogyakarta yang apa adanya dan senyata mungkin, karena para warga tersebut tampil benar-benar sebagai dirinya sendiri.
Chandra Wiejaya, salah seorang warga yang tampil, merasa lewat pertunjukan ini dia mendapat sedikit gambaran tentang seberapa besar sikap sebagian warga Yogyakarta dalam menyikapi perbedaan.
“Secara keseluruhan, ini pengalaman sekaligus tantangan baru buat saya.” tambah warga yang sehari-hari mencari nafkah dengan menjadi pengamen ini.
Di sisi lain, antusiasme masyarakat untuk dapat menonton pertunjukkan ini juga tinggi, ini terlihat dari tiket untuk dua hari pertunjukkan ini telah ludes dipesan sekitar seminggu sebelumnya hari pertunjukkan, dengan total jumlah penonton selama dua hari pertunjukkan ini mencapai lebih dari 2500 orang, belum termasuk para penonton yang menyaksikan dari screen yang dipasang di luar lokasi pertunjukkan.
“Pertunjukan ini memberi saya pengalaman baru. Sepertinya sederhana, tapi menyentuh.” Komentar Rosa Palmastuti, salah seorang penonton 100 % Yogyakarta.
Pertunjukan yang sebagian besar terdiri dari pertanyaan-pertanyaan tiap warga untuk dijawab para warga lainnya secara bergantian. Apa yang ditanyakan dan bagaimana jawaban yang muncul akan terus menerus membangkitkan rasa penasaran penonton karena kerap tak terduga.
Menurut Naomi Srikandi dari Teater Garasi, sebagian besar dari pertanyaan tersebut berasal dari lontaran peserta sendiri. Namun demikian ada pula pertanyaan-pertanyaan menarik yang personal yang memang sudah disiapkan sebelumnya.
Pertanyaan semacam ini dijawab secara rahasia, dengan cara lampu panggung dimatikan dan jawaban diberikan dengan menggunakan senter. Pertanyaan-pertanyaan seperti, siapa yang pernah berselingkuh, atau siapa yang naksir salah satu orang yang berada di panggung, tak pelak memicu gelak tawa penonton.
Ada pula sesi open mic, yaitu para warga mendapat kesempatan melontarkan pertanyaan-pertanyaan spontan, misalnya tentang tanggung jawab pengusaha terhadap lingkungan, pernikahan sejenis, sampai pada soal kepemimpinan di Yogyakarta.
Para penonton tak ketinggalan dilibatkan dalam pertunjukkan ini dengan diberi pertanyaan oleh warga yang tampil, serta diberi kesempatan memberikan pertanyaan kepada warga yang tampil. Lebih seru lagi, saat diberikan pula tawaran untuk ber-selfie bersama para penampil saat mereka masih di panggung.
Pada akhir pertunjukkan, para penonton juga diberi kejutan penampilan Jogja Hip Hop Foundation yang membawakan “Jogja Ora Didol” bersama-sama seluruh warga penampil, dengan iringan FSTVLST, yang memberi tambahan hiasan musik secara live selama pertunjukkan ini.
(res)
0 komentar:
Posting Komentar