Kisah Mafia Judi Yogya Alih Profesi Jadi Penjual Soto



Tak selama pelaku kejahatan akan berakhir jadi penjahat hingga akhir hayat, pada titik tentu, sebagian dari mereka malah berubah jadi orang inspiratif bahkan sukses dengan karir barunya. 
PRIA berpakaian batik mengenakan celana kain lengkap dengan sepatu pantofel akan anda temui jika tiba di warung SotoLamongan Hijroh yang berada di jalan AM. Sangaji No 58 atau tepat berada di depan Hotel Tentrem.
Dia adalah Rohaji pemilik warung soto Lamongan. Berpakian rapi dalam melayani pembeli telah menjadi kebiasaannya sejak awal mula warung tersebut berdiri pada 2006.
Siapa sangka dibalik tampilannya yang kalem dan ramah kepada pelanggan, pria asal Surabaya ini dulunya adalah seorang pengendali bisnis judi besar di Yogyakarta.
"Sejak tahun 1999 hingga 2006 saya menjadi manajer harian sebuah arena judi ketangkasan di salah satu wilayah Yogyakarta. Saya bertanggung jawab penuh atas operasional harian tempat tersebut," ceritanya.
Kehidupannya berubah ketika mantan Kapolri Jendral Polisi (Purn) Sutanto (2005-2008) mencanangkan pemberantasan judi. Pekerjaan yang pada waktu itu mampu menghasilkan pendapatan sekitar Rp20 juta dalam sebulan harus Rohaji tinggalkan.
Karena cukup lama hidup berkecukupan dalam dunia hitam, dia sempat berpikiran meneruskan pekerjaan di dunia yang sama. "Dulu sempat berpikiran menjadi bandar narkoba. Tetapi mungkin sudah jalannya, saya memutuskan untuk mencoba jualan soto," ujarnya.
Karena tidak memiliki pengalaman di dunia kuliner, Rohaji belajar membuat soto dari temannya yang berasal dari Lamongan. Hanya butuh waktu dua hari baginya untuk belajar dan akhirnya memutuskan membuka warung soto yang diberinya nama Hijroh.
Menurutnya kekuatan mental yang dia dapat selama berada di bisnis haram membuatnya berani membuka warung soto meski tidak memiliki pengalaman.
Lebih lanjut dia menceritakan, rasa malu sempat dia rasakan saat pertama kali berjualan soto. Lama hidup dalam kecukupan dan disegani banyak orang dan tiba-tiba menjadi penjual soto menjadi alasannya.
"Makannya saya setiap hari berpenampilan rapi untuk mengurangi rasa minder,"katanya.
Pertama kali buka Rohaji hanya dapat uang Rp20 ribu, tetapi tidak menyurutkannya tetap berjualan soto. Meskipun hanya belajar membuat soto selama dua hari, tetapi rasa soto yang diraciknya memang mantap.
Soto Lamongan Hijroh menawarkan rasa yang segar dan gurih yang dihasilkan dari penggunaan koya sebagai ciri khas soto Lamongan.
Kuah dengan cita rasa rempah yang kuat berpadu pas dengan irisan daging ayam kampung dan potongan telur ayam rebus, nasi, kobis, dan bihun.
"Banyak pelanggan yang bilang, soto di sini adalah soto Lamongan yang rasanya sama persis di daerah asalnya," kata Rohaji.
Kini dalam seharinya Rohaji mampu menghabiskan tujuh ekor ayam kampung, atau mampu menjual sekitar 200 porsi soto. Jumlah tersebut biasanya akan meningkat pada akhir pekan.
Untuk harga satu porsi Soto Lamongan racikan Rohaji dapat anda nikmati dengan harga Rp9 ribu. Dan setiap harinya warung makan sederhana ini buka dari pukul 06.00 pagi hingga 02.00 siang.

Share on Google Plus

    Blogger Comment

0 komentar:

Posting Komentar