Universitas Sanathadharma 2015 : Pagelaran Roro Mendut


LATAR BELAKANG

Di era modern seperti sekarang ini, keberadaan seni tradisional seringkali dilupakan dan semakin dihindari oleh kaum muda. Bahkan banyak kaum muda yang tidak mengenal seni tradisional bangsa, seperti seni tari tradisionaldan seni karawitan. Kini seni tari tradisional dan seni karawitan semakin tertimbun dengan hadirnya dance modern dan musik luar negeri. 

Padahal kesenian ini sangat perlu dipertahankan agar kesenian-kesenian milik Indonesia diakui atau ditiru oleh negara lain. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk memperkenalkan seni karawitan dan seni tari adalah dengan mengadakan pergelaran sendratari. Dalam hal ini, Unit Kegiatan Mahasiswa Grisadha Universitas Sanata Dharma bekerja sama dengan Unit Kegiatan Mahasiswa Karawitan Universitas Sanata Dharma akan mengadakan pergelaran sendratari yang mengangkat kisah Roro Mendut.

Kisah Roro Mendut merupakan sebuah cerita yang berasal dari Jawa Tengah. Kisah ini menceritakan tentang seorang gadis cantik yang berpendirian teguh bernama Roro Mendut. Karunia kecantikan yang luar biasa membuat Roro Mendut menjadi bahan rebutan para pria, mulai dari kalangan rakyat biasa, bangsawan, hingga panglima perang. 

Cerita Roro Mendut ini ditulis pula oleh Rm.Y.B. Mangunwijaya dalam trilogi karya sastra klasik. Roro Mendut, yang menolak diperistri oleh Tumenggung Wiroguno demi cintanya kepada Pranacitra. Dibesarkan di dusun Telukcikal, kampung nelayan pantai utara Jawa, Mendut tumbuh menjadi gadis yang tangguh dan tak pernah ragu menyuarakan isi pikirannya. 

Sosoknya dianggap menyimpang dari tatanan di lingkungan istana dimana perempuan diharuskan bersikap serba halus dan serba patuh. Tetapi ia tak gentar. Baginya, lebih baik menyambut ajal di ujung keris Sang Tumenggung dari pada dipaksa menjadi istri panglima itu.

Kolaborasi ini bertujuan untuk memadukan dan memperkenalkan kesenian tradisional jawa, yaitu seni tari dan seni karawitan. Selain itu juga bertujuan untuk menunjukkan eksistensi UKM Grisadha dan UKM Karawitan. Ibarat kata pepatah ”tak kenal maka tak sayang”, diharapkan dengan adanya pergelaran sendratari ini para kaum  muda dapat mengenal kesenian tari tradisional dan karawitan sehingga dapat mencintai dan turut serta dalam melestarikan kesenian tari tradisional dan karawitan.


SINOPSIS CERITA RORO MENDUT

Pada abad ke 17 di pantai utara kadipaten Pati, hiduplah seorang gadis yang sangat cantik jelita. Ia bernama Roro Mendut. Ia adalah putri seorang nelayan. Putri nelayan tersebut telah memiliki kekasih bernama Pranacitra. 

Saat itu Kadipaten Pati berada di bawah kekuasaan kerajaan Mataram yang dipimpin oleh Sultan Agung, dimana kerajaan Mataram sedang mencapai puncak kejayaan. Kibaran panji-panji Mataram merambat hampir seluruh pulau Jawa, menandakan kebesaran kekuasaan Sultan Agung. 

Konon ditengah kejayaan Mataram, penguasa Pati memberontak. Sultan agung segera menitahkan panglima besar Mataram, Tumenggung Wiraguna untuk menakhlukkannya. Lewat lembah dan pantai bala tentara yang gagah berani mengepung Pati.

Kadipaten Pati yang tidak siap siaga menjadi kalang kabut dan akhirnya kalah. Tumenggung Wiraguna berhasil membunuh Adipati Pragolo dengan menggunakan senjata Baru Klinthing. Maka seluruh kekayaan beserta orang-orang di Kadipaten pati diboyong ke Mataram.

Saat itulah Tumenggung Wiraguna melihat Roro Mendut. Ia terpesona dan langsung melamarnya untuk di jadikan selir. Roro Mendut menolak dan mengatakan bahwa ia sudah punya kekasih. Tumenggung Wiraguna marah. Sebagai hukuman, ia mengharuskan Roro Mendut untuk membayar upeti. Roro Mendut mencari cara untuk memperoleh uang, guna membayar upeti. Maka iapun meminta ijin untuk berjualan rokok di pasar. Karena kecantikannya yang luar biasa, maka dagangannya pun laris manis. Bahkan putung hasil isapannya pun laris terjual dengan harga mahal.

Suatu hari Roro Mendut bertemu Pranacitra yang selalu mencarinya. Mereka pun berencana untuk melarikan diri. Sesampainya di kerajaan, Roro mendut pun menceritakan ihwal pertemuannya dengan Pranacitra dan rencana mereka untuk melarikan diri dari kerajaan Mataram, kepada dua orang selir Tumenggung Wiraguna yang tidak setuju Tumenggung menambah selir lagi.Dibantu oleh dua orang selir tersebut, Roro Mendut berhasil melarikan diri bersama Pranacitra. 

Namun sayang, usaha mereka diketahui oleh pengawal kerajaan. Maka Roro Mendutpun dibawa pulang ke kerajaan. Sementara itu, tanpa sepengetahuan Roro Mendut, Pranacitra dibunuh, dengan harapan Roro Mendut mau menikah dengan Tumenggung Wiraguna.

Tumenggung Wiraguna kembali mendesak Roro Mendut agar mau jadi selirnya.

“Tidak. Saya sudah punya calon suami” Kata Roro Mendut.

“Percuma kamu mengharapkan laki-laki itu. Dia sudah mati.” Kata Tumenggung Wiraguna.

“Tidak mungkin. Saya baru saja bertemu dia.” Timpal Roro Mendut.

“Kalau tidak percaya, ayo, kuantar ke makamnya.” Kata Tumenggung Wiraguna.

Melihat makam itu, Roro Mendut menjerit histeris.

“Sudahlah, tidak ada gunanya meratapi orang yang sudah mati.” Kata Tumenggung Wiraguna.

Maka Roro Mendut ditarik paksa agar kembali ke kerajaan. Roro Mendut meronta-ronta. Dan saat tangannya terlepas dari genggaman Tumenggung Wiraguna, secepat kilat ia menyambar keris milik Tumenggung Wiraguna dan segera berlari ke makam Pranacitra.

“Jangan Roro Mendut!” Tumenggung Wiraguna berusaha menyusul untuk menghentikan Roro Mendut.

Tetapi terlambat. Roro Mendut telah menancapkan keris itu ke tubuhnya, dan ia pun roboh di atas makam Pranacitra.

Tumenggung Wiraguna sangat menyesal. Seandainya ia tidak memaksa Roro Mendut menjadi selirnya, tentu ia tak akan bunuh diri. 


Share on Google Plus

    Blogger Comment

0 komentar:

Posting Komentar